Memotret Negeri Lewat Butiran Biji Kopi




Sejak tahun 1700-an, Jawa sudah menjadi pusat produksi kopi (foto ilustrasi). (iStock)




Sejak tahun 1700-an, Jawa sudah menjadi pusat produksi kopi (foto ilustrasi). (iStock)



VIVAlife - Di mata dunia, Indonesia bukan hanya dikenal memiliki alam indah. Kekayaan kulinernya juga telah diakui. Kopi, salah satu kuliner yang punya cita rasa asli Indonesia, begitu diagung-agungkan.


Di kafe-kafe nyaman Eropa, kopi Sumatera menjadi menu minuman spesial hampir setiap hari. Kepekatannya yang khas, berpadu sempurna dengan legit yang meninggalkan torehan nikmat di lidah.


Dahulu kala, benih kopi dibawa orang Belanda ke Indonesia. Tumbuhan itu ternyata cocok dengan kontur tanah dan iklim negeri ini. Di titik-titik tertentu, persilangan kopi menciptakan varietas baru.


Kopi yang dihasilkan jadi lebih punya cita rasa khas Nusantara. Saat diseduh untuk minuman, kelezatannya makin menjadi. Sebagian kalangan menyebut kepulan uap tipisnya punya aroma “surga”.


Biji kopi pun berkelana, dari ujung Barat hingga Timur Indonesia. Itu terekam dalam film Aroma of Heaven yang dibuat Produksi Film Negara (PFN). Mengutip film itu, berikut daerah yang dijelajahinya.


Pekalongan


Sejak tahun 1700-an, Jawa sudah menjadi pusat produksi kopi. Bahkan, kopi-kopi itu sudah diekspor ke Eropa. Selama dua abad, Jawa menjadi produsen kopi terbesar dunia, melebihi Spanyol dan Amerika.


Terbukti, orang Eropa lebih suka menyebut “secangkir Jawa” dibanding “secangkir kopi”.


Pekalongan, salah satu penghasil kopi terbaik di Jawa. Di Doro, VOC membuat pipa bawah tanah untuk mendistribusikan kopi dari kebun ke pabrik. Itu dilakukan untuk efisiensi dan menghindari pencurian.


Beberapa tahun kemudian, baru disediakan trem dan angkutan darat lain untuk menunjang produksi.


Aceh


Bagi masyarakat Gayo, kopi ibarat perut. Memproduksi kopi adalah mata pencaharian utama mereka. Rata-rata punya 1,5 hektar ladang kopi. Jika ditotal, Gayo punya ladang kopi Arabica terluas di Asia.


Warung-warung kopi di sana berjajar sepanjang jalan. Namun ironis, yang banyak dikonsumsi masyarakat justru biji kopi berkualitas rendah. Yang mahal dan berkualitas tinggi, diekspor ke Eropa.


Masyarakat Gayo bahkan punya tradisi meminum kopi tersendiri. Tradisi unik itu disebut “kertup kopi”. Biji kopi yang sudah disangrai dikunyah langsung, diikuti gula merah, dan secangkir air hangat.


“Kertup kopi berasal dari suara yang muncul saat mengunyah biji kopi,” kata Mahdi, seorang putra Gayo.


Flores


Nikmatnya kopi di Flores sudah kondang sejak seabad lalu. Ruteng dan Manggarai jadi sentranya. Di sana, varietas kopi yang dikembangkan adalah berbiji kuning. Jenisnya Robusta dan Arabica.


Hampir seluruh masyarakat Ruteng dan Manggarai berladang kopi. Bagi mereka, kopi juga seperti manusia, harus dirawat dan diberi makan agar dapat menghasilkan. Mereka rela kerja keras demi kopi.


Ada yang unik dalam proses produksi kopi yang dilakukan masyarakat Flores. Saat memanen biji kopi, mereka sambil menyanyi. Seorang penikmat kopi menyebutkan, nyanyian bisa memengaruhi rasa kopi.


“Nyanyian itu simbol gembira. Kalau memproduksi dengan bahagia, rasa kopinya juga nikmat,” katanya. (ms)