Pembuat dodol betawi. (Antara/ Rosa Panggabean)
VIVAlife - Masyarakat tradisional Jakarta punya kebiasaan yang tak bisa ditinggalkan saat lebaran tiba, yakni menjamu tamu dengan dodol betawi di atas meja. Lebaran tak lengkap tanpa penganan itu.
Dodol betawi merupakan jajanan tradisional yang berbahan dasar beras ketan, gula aren, dan santan kelapa. Umumnya berwarna cokelat, dengan tekstur lengket dan kenyal. Cita rasanya legit menggigit.
Makanan khas itu sudah turun-temurun, sejak puluhan tahun lalu, melengkapi hari raya masyarakat Jakarta. Tak heran, menjelang Hari Raya Idul Fitri, permintaan dodol betawi pun mulai meningkat.
Asep Jaya, salah satu pembuat dodol betawi di Kampung Cilenggang, Tangerang Selatan, Banten, kebanjiran pesanan di bulan Ramadan ini. Setiap hari, Asep bisa membuat dodol sampai enam kuintal.
Padahal, membuat dodol tidak sederhana. Butuh perjuangan dan tenaga ekstra untuk mengaduk bahan-bahan sampai bertekstur kenyal dan lengket. Kira-kira pengadukan butuh waktu sekitar enam jam.
Untuk membuat dodol sehari, Asep sampai mempekerjakan 20 pekerja. Ia sendiri sudah melakoni usaha itu selama 20 tahun. Ia bukan generasi pertama, karena usaha dodolnya sudah turun-temurun.
Dodol betawi buatan Asep dihargai sekitar Rp35 hingga Rp40 ribu per kilogram. Tingginya permintaan membuat harga dodol melonjak. Belum lagi kerja keras yang dibutuhkan untuk membuatnya.
Meski begitu, harga dodol betawi tak ada apa-apanya dibandingkan rasa manis yang langsung hinggap di lidah saat menyentuhnya. Kelezatan itu yang dicari-cari masyarakat saat lebaran tiba.
Menariknya, Asep tidak hanya melayani pembeli dari dalam kota. Banyak juga permintaan dodol betawi untuk luar kota. Biasanya, mereka ingin menghadirkan nuansa betawi di kampung halamannya. (Iksan Bhakti/ANTV)