Ibu, Ketahui Risiko Melahirkan dengan Induksi




Ilustrasi wanita hamil. (iStockphoto)




Ilustrasi wanita hamil. (iStockphoto)



VIVAlife - Bantuan induksi biasanya diberikan pada ibu yang kesulitan melahirkan. Tujuannya, memberi dorongan lebih kuat agar janin bisa keluar. Namun ternyata, metode itu berbahaya bagi bayi kelak.

Penelitian di Australia menyebut, 40 persen bayi yang dilahirkan di rumah sakit swasta lebih berisiko mengalami masalah medis setelah melahirkan. Salah satu penyebabnya, karena penggunaan induksi.


Profesor bidang kebidanan di University of Western Sydney, Hannah Dahlen yang juga penulis utama dalam penelitian mengatakan, penggunaan induksi untuk melahirkan tak memiliki manfaat apapun.


Bahkan, lanjutnya pada Sydney Morning Herald, metode itu justru menempatkan bayi pada risiko penyakit di masa depan. Di Australia, rumah sakit swasta 20 persen lebih mungkin menerapkan induksi.


“Induksi bisa menyebabkan penyakit komplikatif pada bayi,” kata Dahlen, seperti dikutip Daily Mail. Selain induksi, penggunaan alat vakum bayi juga lebih banyak digunakan rumah sakit swasta Australia.


Akibatnya, bayi dua kali lebih mungkin kembali ke rumah sakit beberapa waktu kemudian. Masalah yang dikeluhkan: trauma pada kepala, penyakit kuning, serta kesulitan makan dan pernapasan.


Fakta mengejutkan itu, bagi Dahlen cukup sebagai bukti menunjukkan betapa “mengerikannya” melahirkan di rumah sakit swasta di Australia. Pada 2012, Dahlen pernah menemukan fakta yang sama.


Puluhan ribu ibu di Australia yang kehamilannya tak berisiko, justru mengalami intervensi medis yang tak perlu di rumah sakit swasta. Sebanyak 20 persen mereka jadi tak melahirkan secara normal.


“Temukan menyarankan beberapa sistem media yang sebenarnya tidak memiliki manfaat jelas bagi ibu dan bayi,” ujar Dahlen lagi, yang pernah dikutip dalam British Medical Journal.


Ironisnya, melahirkan di rumah sakit swasta makin banyak di Benua Kanguru. Menurut data, dari 2002 hingga 2008 ada 700 ribu wanita melahirkan di rumah sakit swasta. Rata-rata, biaya yang dikeluarkan US$5 ribu hingga US$8 ribu, atau sekitar Rp57,5 juta hingga Rp92 juta.