Ritual King Ho Ping, bakar kapal demi hormati arwah leluhur. (VIVAnews/Fajar Shodiq)
Ritual King Ho Ping, bakar kapal demi hormati arwah leluhur. (VIVAnews/Fajar Shodiq)
VIVAlife - Umat khonghucu di Solo menggelar ritual sembahyang penghormatan kepada arwah leluhurnya di tempat ibadah Litang Majlis Agama Khonghucu Indonesia (Makin) Solo. Dalam ritual yang disebut King Ho Ping tersebut, umat Khonghucu membakar replika kapal dan uang kertas.
Tahun ini, ratusan umat Khonghucu memulai ritual sembahyang dengan kebaktian yang dimulai pada pagi hari. Dalam kebaktian tersebut tedapat tiga altar dan sesajian. Altar itu yakni altar Thi Kong (Tuhan Yang Maha Esa), altar vegetarian dan altar umum. Namun, dalam ritual kali ini masih ditambah 1 altar khusus untuk mantan ketua dan pengurus MAKIN Solo.
Sesajian tersebut terdiri dari bermacam hidangan yang mengandung makna filosofi positif, seperti nasi, air teh, lauk pauk, kue, daging ayam, ikan bandeng dan babi. Selain itu juga ada pisang, jeruk, kue mangkok dan kue moho.
Setelah sembahyang selesai, kemudian dilanjutkan penyempurnaan uang kertas dan bendera yang bertuliskan nama almarhum. Uang dan bendera tersebut ditaruh di geladak replika kapal yang terbuat dari kertas. Lantas, kapal tersebut dibakar. Dalam hitungan menit, kapal itu ludes terbakar. Kemudian, sesajian yang sudah disiapkan tadi disantap bersama.
Rohaniwan dari Makin Solo, Ws Adjie Chandra, menjelaskan sembahyang arwah King Ho Ping ini biasa dilakukan pada tanggal 15 bulan 7 Imlek. Dijelaskannya dalam bulan 7 Imlek, diyakini pintu akherat terbuka. Para arwah diberi kesempatan untuk turun ke dunia menengok keluarga.
"Oleh sebab itu guna menyambut kedatangan para arwah itu, pada bulan 7 Imlek warga Tionghoa diwajibkan melakukan sembahyangan pengenangan dan penghormatan kepada leluhur, " jelasnya di Litang Makin Solo, Minggu 24 Agustus 2014.
Pada akhir bulan 7 Imlek, dilanjutkan Adjie, sebelum arwah kembali ke alamnya, maka digelar King Ho Ping untuk mengantar mereka kembali ke alamnya.
"Replika kapal itu menjadi simbol untuk mengantarkan para leluhur kembali ke alamnya, " tuturnya.
Ia juga mengjelaskan, melakukan sembahyang leluhur bukan berarti mempertahankan pemujaan kepada leluhur. Namun, maksudnya adalah mengingatkan manusia akan leluhurnya.
"Termasuk mengenang jasa dan budi para leluhur, " katanya.