Harga kain sutra bervariasi tergantung dari motif, mulai dari harga Rp100 ribu per meter hingga mencapai harga Rp6 juta. (VIVAnews/Ananda Putri Laras)
VIVAlife - Ulat-ulat sutra menggeliat memakan daun pohon murbei. Mereka terus tumbuh, menghabiskan waktu satu bulan untuk mengubah diri jadi kepompong.
Kain sutra yang begitu dikagumi, mulanya hanyalah sebuah kepompong putih. Seperti gumpalan benang sebesar ibu jari. Ketika siap menginjak fase kepompong, ulat akan masuk ke dalam gumpalan dan mengubah diri menjadi larva.
Dari sini, perjalanan membuat kain sutra masih panjang. Puluhan ribu kepompong direbus agar mekar dan siap dipintal. Benang yang sudah jadi memiliki tekstur kasar, tidak selembut yang selama ini dibayangkan banyak orang.
"Yang halus itu sudah dikasih bahan campuran lagi, aslinya kasar. Di pasaran pun, kain sutra yang bertekstur kasar lebih banyak peminatnya," kata Iyan Kusmayandi, praktisi kain sutra dari Rumah Sutera, Bogor, kepada VIVAlife, Jumat, 17 Januari 2014.
Melanjutkan proses dari ruang pintal, benang sutera akan ditenun. Tapi terlebih dahulu dihitung helainya satu persatu sebelum masuk ke mesin tenun.
"Satu gulungan benang biasanya ada 40 ribu helai, itu dihitung dengan tangan," lanjut Iyan.
Lihat foto-fotonya di tautan ini.
Setelah menjadi kain sutra utuh, bisa diberi tambahan warna jika dibutuhkan. Kain-kain ini kemudian akan dijual atau diserahkan kepada pembatik untuk dipercantik. Kain sutra yang dipakai untuk membatik pun bertekstur kasar. Penggunaan kain sutra halus sangat jarang.
"Yang halus itu tipis sekali, mudah rusak. Jadi pembeli lebih suka yang tebal, pebatik juga pilih yang tebal karena mudah ditulis," kata Agriani, praktisi lain di Rumah Sutera.
Harga kain sutra bervariasi tergantung dari motif. Yang putih polos bisa didapat mulai harga Rp100 ribu per meter, sedangkan kain sutra batik dengan motif rumit bisa mencapai harga Rp6 juta.