VIDEO: Prosesi Panggih Pernikahan Agung Keraton Yogyakarta




Pasangan GKR Hayu dan KPH Notonegoro. (kratonwedding.com)




Pasangan GKR Hayu dan KPH Notonegoro. (kratonwedding.com)



VIVAlife - Usai melaksanakan akad nikah di Masjid Panepen Keraton Yogyakarta, prosesi pernikahan GKR Hayu dan KPH Notonegoro dilanjutkan dengan upacara Panggih. Adapun Upacara Panggih artinya bertemu. Di upacara Panggih, kedua mempelai dipertemukan pertama kali setelah resmi menjadi suami istri. Upacara Panggih dilakukan di Tratag Bangsal Kencana.


Sri Sultan beserta Permaisuri terlebih dahulu tiba di Emper Kagungan Dalem Bangsal Kencana Wetan. Sang calon mempelai pria beserta para pengiring kemudian dipanggil untuk menghaturkan Sanggan Pethukan diiringi dengan barisan edan-edanan.


Upacara adat diawali dengan menghaturkan pisang sanggan yang menjadi tanda bahwa mempelai pria sudah siap dipertemukan dengan mempelai wanita. Dengan didampingi oleh dua wanita sebagai utusan dari keluarga besan, mempelai pria diantarkan kepada ibu mertua untuk meminta agar mempelai putri dikeluarkan dan dipertemukan dengan mempelai pria.


Setelah pisang sanggan diterima oleh keluarga mempelai wanita, selanjutnya mempelai wanita keluar bersamaan dengan Kembar Mayang. Di sini, mempelai wanita akan berjalan di belakang dua orang yang masing-masing membawa Kembar Mayang. Seperti halnya mempelai wanita, mempelai pria juga diiringi dengan dua Kembar Mayang.


Upacara dilanjutkan dengan kedua mempelai yang akan melakukan Balangan Gantal. Di sini, kedua mempelai saling melempar gantal atau sirih yang digulung benang warna putih (lawe). Kedua mempelai melemparkan gantal secara bergantian. Balangan Gantal ini memilliki makna bahwa dalam kehidupan pernikahan kelak, pasti akan terjadi kesalahpahaman yang harus diakhiri dengan perdamaian. Kesalahpahaman merupakan bagian dari dinamika hidup kehidupan suami dan istri.


Upacara dilanjutkan dengan Mecah Tigan (memecahkan telur) oleh mempelai pria. Di sini, mempelai pria menginjak telur yang sudah disiapkan. Mecah Tigan ini memiliki makna bahwa mempelai akan menginjak kehidupan baru, dari yang semula belum menikah, menjadi berkeluarga.


Selanjutnya, dilakukan Wijikan. Wijikan dilakukan dengan membasuh kaki mempelai pria oleh mempelai wanita. Di sini, kedua kaki mempelai laki-laki masuk ke dalam sebuah nampan kemudian mempelai wanita membasuh kaki mempelai pria. Wijikan merupakan simbol dari wujud bakti seorang istri kepada suaminya.


Prosesi pernikahan agung yang terakhir adalah upacara Pondhongan. Upacara Pondhongan ini mempelai wanita akan dipondhong (dibopong) oleh dua orang laki-laki yang merupakan paman dan suaminya. Upacara ini dilakukan sebagai simbol bahwa mempelai wanita, sebagai anak raja, haruslah berada di posisi yang terhormat.


Mempelai wanita akan dibopong dari Tratag Bangsal Kencana menuju Emper Kagungan Dalem Bangsal Kencana sebelah utara. Selanjutnya Kedua mempelai setelah itu akan berjalan bergandengan tangan menuju pelaminan. Upacara Pondhongan ini hanya ditemui di Keraton karena mempelai perempuan adalah anak seorang raja dan tidak akan ditemui dalam prosesi pernikahan pada masyarakat umum.


Lihat videonya di tautan ini.


Setelah Pondhongan, acara dilanjutkan dengan pemberian ucapan selamat. Ini adalah saatnya bagi para tamu untuk maju ke pelaminan dan memberikan ucapan selamat kepada kedua mempelai beserta keluarga.


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta Ibu Negara Ani Yudhoyono menjadi orang pertama yang memberikan ucapan selamat kepada kedua mempelai. Ucapan selamat diikuti ribuan tamu udangan lainnya yang telah hadir sebelum orang nomor satu di Indonesia tiba di Keraton Yogyakarta.


Setelah proses pemberian ucapan selesai, kedua mempelai berjalan keluar dari Bangsal Kencana dan kembali ke Bangsal Kasatriyan diiringi dengan tarian edan-edanan. Edan-Edanan adalah ritual tolak bala yang dilakukan oleh para Abdi Dalem yang akan merias diri mereka dan menari.


Hal ini memiliki makna bahwa pasangan pengantin dengan ketampanan dan kecantikannya dianggap membutuhkan keseimbangan yang diwujudkan oleh penampilan Abdi Dalem yang ngedan dengan dandanan compang-camping. Tarian ini juga dimaksudkan sebagai penolak roh-roh jahat yang akan mengganggu jalannya upacara Panggih.