Cabe-cabean sering terlihat di jalanan bersama para pembalap liar (ilustrasi). (Reuters)
VIVAlife - Cabe-cabean bukan sekadar lelucon garing. Mereka sungguh ada, merajalela layaknya “bidadari jalanan”. Biasanya, mudah ditemui di arena balapan liar. Jika ada gadis belia yang berdandan menor nan seronok, itulah yang disebut cabe-cabean.
Mereka bukan umbrella girl. Lebih sering, gadis-gadis itu dijadikan “piala” kemenangan. Berdasarkan penelusuran tim Cakrawala ANTV, ditemukanlah Day, seorang mahasiswa semester 3 di Jakarta. Sejak duduk di bangku SMA, ia sudah malang melintang menjadi cabe-cabean.
Awalnya, Day mengaku, ia sering diajak menonton balap liar. Kelamaan, ia makin akrab dengan dunia itu. Mulai pemilik motor, teknisi bengkel, sampai joki balapan. Day pun dijadikan taruhan. Siapa yang menang, boleh membawanya pulang.
“Sering sih, dijadiin barang taruhan. Misalnya bengkel gue lawan bengkel ini. Main gedhe, misalnya Rp3 ribu. Kalau anak motor, itu Rp3 juta. Ya ikut. Ikut bagian enggak, tapi kalau cabe-cabean mah pasti dapat,” ujarnya, seperti dapat disaksikan dalam video ini .
Dalam sekali lomba, taruhan berkisar antara Rp500 ribu sampai Rp3 juta. Dari uang sebanyak itu, Day akan “bagi hasil” dengan pemenangnya. “Misalnya main Rp3 juta, paling dikasihnya Rp1 juta. Sisanya buat mereka,” Day menuturkan.
Bagi pemenang, uang hasil balapan itu biasanya digunakan untuk membayar teknisi bengkel, memoles motor balap, juga membeli minuman keras dan rokok. Sedangkan bagi cabe-cabean seperti Day, uang yang didapat akan digunakan untuk “berdandan”.
“Biasanya sih buat alat make up, baju, dalaman, aksesoris, tas. Ya keperluan sendiri,” katanya. Paling mahal, ia membeli gadget atau tas bermerek. Untuk satu tas, Day bisa menghabiskan hingga Rp1,5 juta. Semua dibiayai dari hasil arena balap liar.
Day merasa harus tampil trendi bukan hanya agar “mencolok” di kampus. Di kalangan cabe-cabean, mereka juga sering pamer barang bermerek. “Suka pamer aksesoris. Misalnya iPhone, fesyen, semuanya ditunjukin,” ia mengungkapkan lagi.
Semakin gaya, semakin puas.
Namun, menjadi cabe-cabean tak seenak kelihatannya. Day sering dipermainkan lelaki. Anak-anak pencinta balap motor, Day mengakui, sering “habis manis sepah dibuang”. Tapi ia berprinsip, tak semua lelaki bisa mendapatkannya dengan mudah. Ia tergolong selektif.
"Tapi pernah sih, biasanya joki motor. Speak-nya ngajak nongkrong. Ujung-ujungnya dibawa ke kosan. Ya itulah yang terjadi," katanya santai.
Sikap itu juga yang dilakoni Tin, cabe-cabean lainnya. Ia mengaku akan berhubungan intim dengan joki motor, hanya jika didasari suka sama suka. Menurut remaja yang sudah sejak usia 14 tahun menjadi cabe-cabean itu, tak semua gadis gampangan.
Cabe-cabean, kata Tin, prinsipnya hanya gadis yang gemar nongkrong. Ia sendiri pernah dijadikan barang taruhan balap motor, pernah juga ikut memasang taruhan jika dompetnya sedang memungkinkan. Yang dicari, apa lagi kalau bukan uang tambahan. “Nambah uang jajan lah. Belanja baju, tas, sandal, gitu,” ia menyebutkan.
Day dan Tin, tak jarang pulang larut malam sampai pagi. Untuk itu, mereka kerap diomeli orangtuanya. Day lantas memilih keluar dari rumah, mencari kos sendiri. Sedang Tin, membebalkan diri dengan omelan orangtuanya.
Mereka juga tak kebal dari razia. Day bercerita, ia pernah terjaring petugas keamanan yang kebetulan lewat di lokasi balapan liar. Saat itu, motor ditinggalkan oleh joki entah ke mana.
"Kalau cabe-cabean kan nongkrong terus di motor. Jadi waktu ada yang lewat, motor ditendangin, dibawa. Aku ikut dibawa," ungkapnya. Sayangnya, Day tak jera. Ia tetap menjadi "bidadari jalanan". (umi)