Sepeda Tinggi, Cara Baru Jelajah Eksotisme Yogyakarta




Komunitas sepeda tinggi di Yogyakarta tengah marak. (Facebook)




Komunitas sepeda tinggi di Yogyakarta tengah marak. (Facebook)



VIVAlife - Eksotisme menjadi daya pikat utama Yogyakarta. Alunan gamelan di Keraton, rumah-rumah berbentuk joglo, karya-karya seni yang dijajakan di lapak Malioboro, serta kreasi para musisi jalanannya menyuguhkan keunikan tersendiri. Sarat akan budaya lokal.


Kebersahajaan yang ditawarkan Yogyakarta itu, menimbulkan gairah tersendiri bagi para wisatawan yang datang. Di sudut-sudut kota, masih bisa ditemui transportasi tradisional seperti becak atau andong yang akan membawa berkeliling menjelajah Kota Gudeg itu.


Kalau becak dan andong sudah terlalu biasa, wisatawan bisa mengayuh sepeda sewaan untuk berkeliling menyesap aroma Yogyakarta. Namun, ini bukan sepeda seperti lazimnya. Bentuknya lebih tinggi, seperti sepeda yang biasa digunakan para pemain sirkus saat pentas.


Masyarakat setempat biasa menyebutnya "pit dhuwur", bahasa Jawa untuk sepeda tinggi.


Di berbagai ruas jalan Yogyakarta, pengendara sepeda tinggi berkeliaran. Mereka bahkan membentuk komunitas sendiri. Unik, dan sangat mencuri perhatian. Merunut ke belakang, ada sejarah masuknya sepeda tinggi itu ke Yogyakarta.


Konon, ia diperkenalkan oleh sekelompok sirkus bernama Cyclown Circus yang kebetulan unjuk gigi di Yogyakarta akhir 2006. Kelompok itu merupakan gabungan pemain sirkus dari beberapa negara seperti Italia, Brasil, Argentina, Amerika, dan lain-lain.


Salah satu seniman sirkus asal Italia, Pierro, menorehkan sejarah dengan penduduk Yogyakarta. Ia menukar sepeda tinggi hasil rakitannya dengan tato karya Dhomas Yudhistira, seorang seniman merajah tubuh asal Yogyakarta. Interaksi itu tak terputus sekadar barter sepeda dan jasa.


Pierro juga mengajarkan cara merakit sepeda tinggi. Yakni, dengan menggabungkan dua kerangka sepeda yang tidak terpakai, kemudian dirangkai dengan rongsokan besi. Jadilah sepeda seperti milik para pemain sirkus. Pengendaranya menjulang dua meter dibanding pengguna jalan lain.


Kebetulan, rongsokan besi bukan barang langka di Yogyakarta. Semangat generasi muda yang peduli terhadap lingkungan membuat proses merakit sepeda tinggi populer. Memanfaatkan rongsokan besi, sama saja mendaur ulang sampah. Peminat sepeda tinggi pun meningkat.


Karena banyak respons positif, Dhomas membuka forum untuk para pencinta sepeda tinggi. Itulah cikal bakal komunitas sepeda tinggi di Yogyakarta. Komunitas itu biasanya bersepeda secara berkelompok menyusuri jalanan.


Namun, butuh nyali lebih untuk mampu mengendarai sepeda tinggi. Harus ekstra hati-hati. Jika kurang terlatih, bisa terjatuh dari sepeda dan cedera. Kini, sepeda tinggi menjadi salah satu cara menikmati suasana Yogyakarta.


(Dari berbagai sumber) (art)