Barbie alami kekerasan. (http://samhumphreys.com)
VIVAlife - Betapa pilu nasib Barbie. Wajah cantiknya babak belur. Boneka kebanggan Mattel itu kini tidak lagi “hidup” bergelimang kemewahan dan kecantikan . Rambutnya kusut. Wajahnya penuh lebam di bagian mata. Bibirnya pun tampak berdarah.
Barbie rupanya mengalami “kekerasan” dalam rumah tangga. Pelakunya: Sam Humphreys, seorang murid sekolah seni di London.
Sam sebenarnya tidak sungguh-sungguh menyiksa boneka itu. Ia hanya mengecat sebelah mata Barbie dengan warna hitam agar terlihat seperti habis dipukul. Bagian bibirnya, dicat merah agar tampak berdarah.
Sam melakukan “penyiksaan” pada Barbie untuk diikutsertakan dalam proyek pameran bertajuk “It's A Matter of Trust”. Tagline-nya: “We shouldn't be taught that life is perfect”.
Melalui boneka ikonik Barbie, Sam ingin menunjukkan perbedaan antara dunia dalam bayangan anak-anak yang sempurna, dengan realita sebenarnya yang lebih gelap dan suram.
Menurut Sam, anak perlu diajarkan bahwa hidup tidak selamanya indah. Dalam proyeknya, wanita berusia 41 tahun itu menggunakan 10 boneka sebagai model.
Sam menciptakan kemalangan yang berbeda-beda pada setiap boneka. Mulai dari hanya lebam dan memar, wajah berdarah, menderita sakit, hingga tewas karena dipukuli.
“Boneka-boneka ini adalah bagian dari proyek saya yang memperlihatkan bagaimana sebenarnya sebuah realita dan bahwa hidup tidak selalu sempurna,” ujar Sam, seperti dilansir Daily Mail.
Dari 10 boneka yang dibuat Sam, dipilih tiga untuk diperlihatkan di Leicester University, dalam pameran bertitel “Speaking Out”. Pameran itu bertujuan melawan kekerasan pada wanita atas nama seni.
Pameran itu menunjukkan bagaimana wanita yang berhasil bertahan dari tindak kekerasan bisa mengatasi trauma. Selain itu, juga memperlihatkan ketangguhan dan pandangan positif terhadap wanita dalam bentuk seni.
Sam berpendapat, satu-satunya cara menghentikan kekerasan dalam rumah tangga adalah dengan mengajarkan anak bagaimana menghargai orang lain sejak dini. Sam melakukannya dengan boneka yang figurnya sudah lekat di hati anak.
Wanita yang menempuh pendidikan di Contemporary Art and Design, Writtle School of Design di Essex, Inggris itu juga mengungkapkan ketertarikannya tentang cara pengasuhan orangtua saat anaknya masih kecil.
Menurut Sam, saat masih kecil orang cenderung menganggap bahwa segalanya berjalan serba sempurna. Anak-anak juga dibentengi dari kenyataan bahwa kehidupan orang dewasa itu keras.
Secara terpisah, Mattel tak keberatan boneka hasil produksinya dijadikan “objek kekerasan”. “Barbie memang sering digunakan oleh orang dewasa untuk memulai komunikasi dan mengangkat sebuah isu di lingkungan sosial,” ujar juru bicara Mattel. (ren)