Kain Tenun Disulap Jadi Busana Punk




Peragaan busana (www.jfff.info)




Peragaan busana (www.jfff.info)



VIVAlife - Pergelaran Jakarta Fashion and Food Festival (JFFF) hari ketujuh menampilkan fashion show bertajuk "The Glorious Handwoven of Indonesia". Lima desainer ternama Indonesia menggunakan koleksi kain-kain tenun dari Cita Tenun Indonesia (CTI) dan menyulapnya menjadi gaun indah bahkan busana bergaya punk.


Mereka adalah Priyo Oktaviano, Denny Wirawan, Sebastian Gunawan, Ari Seputra, dan Didi Budiardjo.


Kain tenun Garut warna pastel digunakan Sebastian Gunawan. Ia membuatnya menjadi gaun feminim dengan menambahkan detail lace, brokat, dan organza. Aura elegan memancar dari perpaduan warna pastel dengan hijau, gold, dan burgundy. Siluet gaun terlihat bertambah manis dengan detail drapery.


Terinspirasi dari origami dan gaya punk, Ari Seputra mengolah tenun dari Lombok. Ia menyulapnya jadi bergaya punk dan gothic. Dalam peragaan yang digelar di Hotel Haris Kelapa Gading, Rabu malam 15 Mei kemarin, Ari memadukan kain tersebut dengan bahan kulit dan aksen stud.


Warna dasar hitam yang ditambah dengan variasi jaket dari kain songket yang berwarna-warni menambahkan kesan etnik dalam koleksi busananya tadi malam.


Priyo Oktaviano melalui label Spous memamerkan koleksi bergaya etnik nan seksi. Ia menggunakan kain tenun endek dari Bali bermotif geometris. Ada enam busana wanita dan tiga busana pria pada koleksinya tadi malam.


Kesan dramatis menonjol lewat koleksinya semalam yang didominasi warna hitam dengan sentuhan abu-abu. Sebagian besar berupa jaket dan celana panjang. Tapi, Priyo juga menghadirkan gaun maxi hitam yang diberi taburan payet, sehingga elegan.


Denny Wirawan menghadirkan koleksi busana yang tidak kalah menarik. Terinspirasi dari busana bangsa Tibet di pegunungan Himalaya, Denny berhasil mengangkat tema tersebut lewat kain tenun Buton dan Sobi Tolaki dengan nuansa warna yang cerah dari Sulawesi Tenggara.


Ia memamerkan delapan busana yang terdiri atas variasi jaket panjang dan celana pendek. Karyanya dihiasi dengan bordir bunga yang dipadukan dengan rok pensil dan lipit. Beberapa koleksi juga diberikan ornamen bulu yang menawan.


Sebagai penutup, Didi Budiardjo memamerkan koleksi busana yang menggunakan kain lungi dari daerah Sambas. Didi memamerkan sembilan baju yang terbagi dalam tiga konsep. Pertama, bergaya Tionghoa dengan siluet baju kurung yang panjang dan lurus.


Lalu, konsep Tribal dengan dress pendek bersiluet yang terlihat seksi. Dan yang terakhir, busana gaya Melayu yang terbuat dari bahan shiffon, dengan sentuhan motif kain Lunggi. (art)


JFFF 2013